Kamis, 30 Agustus 2012

Chav Twink gets a hard bare hand spanking

Chav Twink gets a hard bare hand spanking

Kumpulan Cowok Cuek

Sebuah villa di atas bukit, sungguh fantastis! Ternyata tidak sia-sia juga melewati dua jam perjalanan yang melelahkan itu setelah villa Dito yang nyaman dan tampak asri itu berada di depan mataku, di sebuah daerah perbukitan yang sejuk dan hijau. Jarang-jarang aku punya kesempatan untuk rekreasi seperti saat itu, karena aku memang tidak terlalu menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Lagipula, mana enak rekreasi sendirian, paling tidak aku harus mengajak tiga atau empat orang lagi agar tambah seru, dan itu aku rasa merupakan pekerjaan berat jika harus mempengaruhi teman-temanku yang kusebut sebagai "KCC" alias "kumpulan cowok cuek" itu.

"Villa kamu hebat, Dit!" puji Arya yang berdiri di sebelahku.
Untuk beberapa saat lamanya kami hanya berdiri sambil tertegun memandang bangunan asri di depan kami itu. Sementara itu, Axel masih terdiam, cowok yang satu ini memang lebih banyak diam bahkan boleh dikatakan sangat pendiam, dan mungkin juga itu yang menjadi resepnya kenapa ia sampai jadi buruan cewek-cewek kece di sekolah kami, disamping tentu saja tampangnya yang cute itu.
"Masuk yuk!" ajak Dito sambil menenteng ranselnya dan berjalan menuju villa, melewati hamparan rumput taman yang memenuhi hampir seluruh pekarangan villanya itu. Kami bertiga menyusul Dito di belakang.
"Mas Ferry, jangan kuatir, tempat ini cukup aman dan bebas, paling-paling yang ada di sini hanya Pak Gito, penjaga villa ini," bisik Dito sambil nyengir di dekat kupingku, aku langsung mengerti apa oleh Dito dimaksud aman tadi.

Arya dan Axel sempat melirik ke arah kami, namun mereka tidak terlalu menanggapi kata-kata Dito barusan, tentu saja mereka sama sekali tidak mengerti. Dan bahkan, pasti tidak akan pernah terpikir di benak mereka berdua, kalau mereka akan kehilangan keperjakaan di villa ini nantinya, semuanya masih menjadi rahasia dan hanya aku dan Dito yang tahu. Dito membuka sendiri pintu villanya itu dengan kunci yang dibawanya dari rumah, tidak tampak wajah Pak Gito di sekitar bangunan itu, barangkali pria itu sedang tidur atau mandi. Pak Gito pun tidak tahu kalau majikan kecilnya akan datang ke villa hari itu, karena memang di sana tidak ada line telepon.

"Di sini ada dua kamar dan satu kamar utama, mendingan kita kumpul saja di kamar utama, cukup luas kok untuk empat atau bahkan sepuluh orang sekalipun. Nanti kita pindahkan kasur dari kamar lainnya kalau tidak cukup," kata Dito mengkomando. Kamar utama yang dimaksud Dito memang lumayan luas bahkan sangat luas, di samping itu tempatnya nyaman, dengan dua jendela kaca berukuran besar di salah satu dindingnya, di balik jendela kaca itu dibangun kolam ikan kecil dan air mancur, suasananya betul-betul asri dan berhawa sejuk. Kamar itu yang biasanya ditempati orang tua Dito jika mereka sekeluarga menginap di villa itu. Arya langsung membanting badannya ke atas ranjang.
"Wah, nyaman yah. Sepertinya aku betah nih!" kata Arya sambil kemudian diikuti oleh gelak tawanya. Ia menarik bantal dan guling yang ada di dekatnya dan langsung mengambil ancang-ancang untuk tidur, seperti biasanya jika pemuda itu bertemu dengan kasur. Jika melihat kasur empuk, Arya memang tak ada bedanya dengan orang yang kehausan di tengah gurun dan kemudian melihat mata air, bernafsu untuk segera menikmatinya.

Benar saja, tak lama kemudian Arya sudah terlelap sambil mengorok pelan. Sementara itu, Aku, Dito dan Axel memindahkan sebuah kasur lagi ke dalam kamar itu, cukup melelahkan juga mengangkat kasur berukuran besar itu. Setelah itu kami menghabiskan waktu kami dengan mengobrol dan bersenda gurau di dalam kamar. Sampai pada akhirnya, cerita kami mulai berbau porno, meski tidak terlalu ekstrim. Tentu saja, yang mendominasi aku dan Dito, sementara Axel waktu aku lirik tampaknya ia merasa risih dengan topik pembicaraan itu, ia hanya menanggapinya dengan tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Xel, kamu pernah nyoba ngeseks tidak?" tanyaku pada Axel. Cowok tampan itu menggeleng dengan lugunya.
"Ah, bohong! tapi ingin juga kan?" timpal Dito memancing. Beberapa saat Axel terdiam, ia seperti kena skak mat.
"Nggak ah! Jujur saja, aku agak takut!" sahut Axel kemudian.
"Takut apa? Takut bunting?" gurau Dito yang kemudian membuat kami bertiga tertawa terpingkal-pingkal.
"Ada orang tidur tuh, jangan ribut!" timpal ku mengingatkan. Arya membalikkan tubuhnya dan berubah posisi telentang.
"Kita kerjain yuk!" kata Dito tiba-tiba.
"Kerjain apaan?" tanyaku tak mengerti. Dito kemudian meraih tas ranselnya dan mengambil sesuatu dari dalamnya.
"Dengan ini!" kata Dito bersemangat sambil menunjukkan tiga batang spidol besar dan sebuah rapido di tangannya.
"Boleh juga," timpal Axel sambil nyengir. Kami bertiga pun merayap dan duduk mengelilingi Arya yang masih terlelap dalam alam mimpinya itu. Waktu itu sudah hampir menjelang petang, sekitar jam empat.

Sesaat kemudian, tangan jahil kami pun mulai beraksi. Aku dan Axel melukis muka Arya dengan spidol dan rapido. Sementara Dito duduk di samping betis Arya sambil memegang spidol yang lain. Wajah putih mulus itupun dalam beberapa saat berubah menjadi wajah badut.
"Dadanya juga!" usul Axel kemudian. Aku dan Dito hampir bersamaan mengangguk setuju. Axel pun langsung melepas kancing kemeja Arya satu per satu dan mengangkat perlahan singlet yang dipakainya. Begitu dada Arya yang bidang itu membentang di hadapanku, aku pun langsung terangsang sekali, aku tidak tahu bagaimana dengan Axel dan Dito. Tetapi aku masih berusaha untuk menahan gejolak birahiku saat itu.
"Dit, minta yang biru!" pintaku sambil menjulurkan tangan ke arah Dito yang aku yakin masih duduk di tempatnya semula, aku tak menoleh saat itu pada Dito karena mataku yang terpaku menyaksikan hasil karyaku dan Axel. Tetapi, lama Dito tak memberikan spidol biru yang kuminta dan tidak sepatah kata pun yang diucapkannya, aku pun lantas menoleh ke arahnya, dan ternyata, astaga! Dito sudah tidak lagi memegang spidol melainkan tangannya sedang sibuk meraba-raba kontol Arya yang masih terbungkus celana jeans itu, bahkan Dito hendak membuka restsleting celana itu. Axel pun sama bengongnya denganku menyaksikan aksi Dito saat itu, bahkan barangkali degup jantung Axel juga sama tak karuannya juga denganku.

Dito mendekatkan mukanya ke celana Arya, ia menciuminya dengan liar sebelum ia membukanya. Kemudian barulah ia menarik resletingnya perlahan agar terbuka dan tak lama kemudian terlihatlah celana dalam GT-man merah hati yang dipakai Arya saat itu. Dengan hati-hati sekali, Dito memelorotkan celana jeans Arya itu, sampai pemuda itu tak bercelana lagi, hanya mengenakan kemeja yang hampir semua kancingnya sudah membuka dan celana dalam seksi warna merah hati. Pokoknya, Arya sudah benar-benar acak-acakan saat itu, sangat jauh berbeda dengan penampilan sehari-harinya yang selalu tampil trendy, rapi dan modis. Tetapi justru ketika sedang dalam keadaan acak-acakan itulah Arya bahkan tampak lebih macho dan seksi dibandingkan biasanya.

Tanganku pun mulai mengelus-elus dada dan perut Arya yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang menyambung dengan jembut-jembutnya yang tumbuh sampai ke seputar selangkangannya itu, bahkan ada yang tidak tertutup oleh celana dalamnya. Axel pun tak lagi merasa canggung, apalagi dilihatnya aku pun sudah mulai ikut-ikutan terbawa suasana dan mengerayangi tubuh Arya, Axel memilih untuk meraba-raba paha mulus Arya dan menciumi leher Arya.
"Argh, teruskan!" tiba-tiba Arya terbangun tanpa kami sadari, ia langsung mengerang-erang dan menggeliat. Entah ia benar-benar sadar atau masih setengah terbawa alam mimpinya. Yang jelas, Arya mendesah-desah seperti orang yang sedang berada dalam puncak kenikmatan. Kami bertiga pun makin diburu nafsu dan makin menggencarkan aksi kami mengeroyok Arya.

Dito menarik celana dalam Arya dan kemudian kontol Arya pun langsung tegak selepasnya dari dalam sangkar. Dito langsung melumatnya, menghisapnya maju mundur, menggigit-gigit pelan dan memainkan lidahnya di kulup sang pangeran. Kemudian, sesaat ia melepaskan lumatannya, bola mata Dito digerakkannya ke atas sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, tampangnya persis seperti orang yang mabuk kepayang setelah menenggak sebotol besar tuak cina. Sepertinya nikmat sekali kontol Arya yang panjangnya sekitar 17 cm itu saat kulihat Dito sampai seperti itu setelah menghisapnya.

"Gantian dong!" pintaku pada Dito. Dito langsung berpindah posisi, ia duduk di dekat Axel, merebahkan diri dan memeluk tubuh pemuda itu dari belakang dengan erat, Axel pun pasrah saja bahkan ketika Dito melumat lehernya dan melepaskan t-shirt yang dipakainya dengan penuh nafsu. Setelah itu keduanya saling berpagutan, menikmati permainan lidah ular yang dahsyat, apalagi Dito adalah jagonya dalam urusan lumat melumat dan cium-mencium, malah ia bisa melakukan yang lebih dahsyat dari French kiss. Namun tak disangka, Axel ternyata sanggup mengimbanginya, tak kalah seperti orang yang sudah berpengalaman saja.

Arya makin kuat menggelinjang, tampaknya kenyamanan tidurnya terganggu dengan kenyamanan yang jauh lebih nikmat. Sama seperti yang Dito lakukan tadi, aku pun memasukkan kontol Arya ke dalam mulutku, mengulum dan melumatnya dengan sangat liar. Dan tak lama kemudian, Arya pun menyemprotkan sperma kentalnya di dalam mulutku, sensasi asin, hangat bercampur nikmat. Aku pun menjilati sisa-sisa sperma yang masih menempel di kontol Arya sampai ludes tak bersisa. Rasanya jauh lebih nikmat dari susu, dan sangat kental.

Setelah puas bermain-main dengan batang kejantanan Arya, aku menanggalkan semua pakaianku sampai bertelanjang bulat dan kemudian menindih badan Arya dan melumat bibirnya, dan tidak kulewatkan setiap bagian dan lekuk-lekuk badan Arya dengan ciuman-ciuman mautku. Yang cukup lama ketika aku melumat bibir dan lehernya, karena menurutku bagian tubuh itulah yang paling seksi dari Arya. Apalagi aroma kelelakian dari keringat yang membasahi tubuh Arya yang makin membuatku bergairah. Arya kemudian membalikkan badanku, menindihnya dan menyerangku dengan ciuman-ciumannya yang juga tak kalah dahsyat.

"Argh!" Aku menggigit bibir bawahku sambil merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika mulut Arya mencaplok kontolku di bawah sana dan kemudian melumatnya. Tidak lama, aku minta posisi 69 pada Arya, karena sebetulnya aku masih belum puas menikmati kontol Arya di mulutku, apalagi kontolnya yang tergolong besar untuk ukuran remaja tujuh belasan itu kini sudah setegak dan sekokoh tower. Mengeras dengan urat-uratnya yang besar-besar itu.

Axel dan Dito ternyata punya keasyikan sendiri, mereka bertempur di atas karpet, bergulung-gulung sambil berpagutan dengan tanpa selembar benang pun yang menempel ditubuh mereka. Axel punya tubuh putih mulus, agak langsing dan memang tidak semacho Dito atau Arya, tapi tetap sangat menggairahkan. Dito mengocok kontol Axel yang panjangnya 15 cm itu sambil sesekali mengulumnya, ternyata Axel mudah sekali ejakulasi, sebentar saja dirangsang, precum-nya sudah keluar dan tidak lama sesudah itu, Axel menyemprotkan lahar putihnya yang juga kental itu ke dalam mulut Dito, bahkan saking banyaknya sampai-sampai Dito tersedak karenanya. Setelah kontol Axel terkulai lemas dan untuk beberapa saat pemuda itu duduk berselonjor di atas karpet, Dito pun berdiri dan menjulurkan kontolnya tepat di depan mulut Axel. Axel pun tak menyia-nyiakannya ketika sosis raksasa berdiameter 3 cm itu disodorkan ke arahnya, sangat menggairahkan. Ia pun mengocok dan melumatnya secara bergantian.

"Argh!", Dito pun menggeliat-geliat karena nikmatnya. Axel makin buas saja, disepongnya dengan kuat kontol Dito itu, dan sesaat kemudian sperma Dito muncrat ke muka Axel. Dito membungkukkan badannya, ia memeluk leher AXel dan menciumi kepala Axel, Aku berdiri di belakang Dito, sambil memasang kuda-kuda untuk menusukkan kontolku ke dalam lubang anus Dito yang membuka di depanku saat itu. Sementara itu, Arya berjongkok di belakang Axel sambil menciumi punggung pemuda itu, dan kemudian perlahan makin turun dengan gerakan yang makin liar sampai pada akhirnya kontol Axel masuk ke dalam mulutnya. Arya menghisapnya dengan kuat sekuat gairahnya yang sedang berada pada posisi puncak saat itu. Demikianlah yang kami berempat lakukan di dalam kamar berukuran 10 x 8,5 meter persegi itu selama hampir empat jam sampai jam makan malam tiba. Lelucon badut yang berakhir dengan sex party.

*****

Jumat, 24 Agustus 2012

Judul Slideshow Anda Slideshow

Judul Slideshow Anda Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Judul Slideshow Anda Slideshow ★ untuk Indonesia and Indonesia (near World). Slideshow perjalanan gratis yang menakjubkan di TripAdvisor

Nasib Anak Kost

Saya mahasiswa tingkat 3 sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung. Karena saya bukan asli orang Bandung, saya tinggal di sebuah rumah kost khusus cowok. Kamarnya ada 10, penghuninya juga 10 orang. Kebetulan mahasiswa semua.

Salah satu hal yang saya sukai dari tempat kost saya adalah kamar mandinya. Bukan karena bersih atau higienisnya. Bukan juga karena desain, warna cat atau karena sebab yang lainnya. Yang aku sukai dari kamar mandi itu adalah jumlahnya. Ya, jumlahnya yang hanya 3 buah itu membuat kami harus berbagi kamar mandi. Anda bisa bayangkan apa yang pasti terjadi kalau orang 10 harus berbagi 3 kamar mandi. Yang paling heboh kalau pagi-pagi semua ingin pakai kamar mandi. Kadang-kadang kami 'terpaksa' mandi bareng untuk menghemat waktu. Sebetulnya saya senang aja kalau harus mandi bareng. Justru itu yang saya tunggu. Kapan lagi bisa ngeliat onderdil orang kalau nggak 'terpaksa' begitu. Belum lagi kalau kita lagi mandi, tiba-tiba ada orang yang nggak tahan ingin kencing langsung bergabung dan dengan santainya mempertontonkan wilayah rahasianya.

Di antara 9 orang teman kost saya, ada 1 orang yang jadi "man of my dream". Namanya Ary, kamarnya pas sebelahan dengan kamar saya. Orangnya keren, rambut berombak agak panjang, kulitnya putih mirip Indo, tingginya 180-an, bodinya terpelihara karena dia rajin olah raga dan hobinya pakai jeans ketat yang menonjolkan dengan jelas kelakiannya. Kayaknya sih barangnya besar banget!

Kami sesama penghuni rumah kost sering ngobrol. Sekali di kamar satu, lain kali di kamar yang lain. Juga saling pinjam kaset dll. Saya paling senang ngobrol dengan Ary, apalagi di kamarnya sendiri. Soalnya dia selalu hanya pakai celana gombrang setengah paha tanpa apa-apa lagi kalau sedang di kamarnya. Saya bisa puas memandangi bodinya yang berisi, dadanya yang full otot. Yang lebih nggak nguatin adalah bulu-bulu hitam halus di dadanya. Kalau sedang kebetulan celananya agak melorot saya bisa lihat sebagian bulu baoknya (begitu orang Bandung nyebut bulu genital/jembut) yang berbaris rapi menuju udelnya. Kadang-kadang dia juga nggak pakai celdal di bawah celananya itu sehingga kalau dia jalan saya bisa dengan jelas melihat sesuatu yang 'gundal-gandul' di dalamnya. Nah kalau pas gitu, kalau sedang beruntung, waktu dia sila atau mengangkat sebelah kakinya saya bisa liat bijinya yang tertutupi bulu hitam. Mana tahan......... Sayangnya cuma segitu aja yang bisa saya liat selama ini. Saya berharap dan berusaha untuk bisa melihat lebih jauh lagi.

Sejauh ini dia nggak pernah menunjukkan gejala dia itu gay, walaupun kalau ngobrol dia nggak pernah nyinggung-nyinggung masalah cewek, apalagi cerita mengenai ceweknya. Aku mau tanya, takut patah hati kalau tau dia suka cewek atau punya pacar. Jadi saya anggap aja dia itu 'mengandung harapan'

Yang jelas, dia nggak pernah keliatan keberatan kalau saya pandangi badannya sambil ngobrol. Malahan sering kali dia seperti sengaja (aku ge-er kali ya !) mengangkat kakinya supaya saya bisa lebih jelas melihat anatomi tubuhnya, atau berkali-kali membetulkan letak penisnya di depan mata saya. Kalau nggak kuat nahan, kadang-kadang saya 'dengan tidak sengaja' menyentuh badannya atau kakinya atau mana aja, yang penting bisa megang dia. Mau mencoba lebih jauh, takut. Beberapa kali pernah saya mencoba lebih jauh kepada lelaki lain yang saya sukai, yang saya dapat cuma pandangan jijik dan selanjutnya penghindaran. Belajar dari pengalaman, saya nggak mau lagi begitu. Jangan sampai saya nggak bisa lagi ngobrol di kamarnya dan memandangi bodinya.

Terhadap si Ary ini paling maksimal juga saya hanya berani mijetin tengkuknya kalau dia mengeluh nyeri kuduk. Memang satu kelebihan saya adalah pintar memijat (it will be my entrance door in my next story about Ary and me). Sebenernya memijat buat saya seperti simbiosis mutualisme (kata pelajaran Biologi). Yang dipijat dapat enak, aku dapat kesempatan megang-megang badan laki-laki. Kadang-kadang saya dapat kesempatan mijitin orang sampai nyerempet-nyerempet daerah bahayanya, walaupun saya harus berusaha mati-matian untuk tidak menyentuh wilayah terlarang itu. Lagi-lagi dengan alasan takut dihindari orang.

Kembali ke masalah Ary. Satu-satunya jalan untuk bisa melihat dia lebih jauh (maksudnya melihat dia 'totally naked') adalah mencari kesempatan mandi bersama. Beberapa hari saya pelajari pola hidupnya, kapan dia bangun, kapan dia mandi, kapan dia pergi, kapan dia pulang dll. Sayangnya sampai saat ini saya nggak pernah berhasil satu kamar mandi dengan dia. Dia selalu mandi sebelum saya bangun atau pergi kuliah nggak pake mandi.

Saya putar otak, mikirin gimana caranya bisa melihat dia telanjang. Suatu sore, sambil mikir-mikir cara melihat dia telanjang, saya terlentang di kasur memandang langit-langit. Eh, nggak taunya ada jalan ! Ternyata di langit-langit kamar saya ada jalan untuk masuk ke para-para (ruang antara genteng dan langit-langit). Selama ini nggak gitu keliatan karena memang sedikit tersamar.

"Nah, ini dia jalannya!!", kataku. Saya coba dorong-dorong, penutup itu terbuka. Kepala saya melongok ke dalam para-para, lalu saya pun menyusun rencana ........

Besok paginya sengaja aku nggak masuk kuliah. "Pusing", begitu alasanku. Setelah semua orang pergi, mulailah aku melaksanakan rencana itu. Dengan membawa paku, sekrup dan obeng saya naik ke para-para, menuju atas kamar Ary. Saya mencari tempat yang cocok, pas di atas kasurnya, lalu saya mulai melubangi langit-langit kamarnya. Tidak terlalu besar sehingga dia tidak akan curiga, tapi cukup besar untuk mengawasi apa yang terjadi di bawah sana. Pulang dia nanti saya akan buru-buru masuk kamarnya, pura-pura pinjam kaset, sambil membersihkan debu dan kotoran yang mungkin jatuh di atas kasurnya.

Ternyata semua sesuai dengan rencana!

Maka mulailah pengembaraan malam saya di atas para-para. Dua-tiga-empat malam berlalu tampa kejadian berarti. Saya hanya bisa liat dia tidur dengan pakaian hariannya - ya itu kolor doang !!

Lalu pada malam ke lima, waktu saya mulai bosen, tibalah saat yang ditunggu-tunggu itu. Malam itu, ketika saya dengar dia menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan persiapan tidur, saya segera naik. Nggak lama dia kembali. Saya dengar dia mengunci kamarnya. Dia naik ke atas kasurnya. Dan - duh aduh - malam ini dia pakai sesuatu yang di luar kebiasaan. Dia hanya memakai celana dalam brief warna putih. Jendolan di depan cdnya jelas terlihat dan besar sekali. Rambut-rambut genitalnya tampak lebih banyak. Wah, pokoknya ...

Visits: 178282